Bagan 303 dan Isu Liar Sambo
.png)
tanjakNews.com, INVESTIGASI -- Perkembangan kasus pembunuhan Brigadir Yosua semakin "liar" bagai biji karambol yang memantul sana-sini. Mulai dari publikasi senyum manis tersambo-sambo di medsos hingga yang 'panas' yaitu bagan jaringan judi online (303) yang diduga menyetor hingga Rp1,3 triliun/tahun kepada satu kekaisaran polisi.
Seorang Indonesianis dari Australia bahkan mem-forward dokumen bagan itu ke saya---meski saya juga sudah menerima dokumen itu terlebih dulu. Artinya, suhu panas barang ini juga sampai ke luar negeri.
Kipas makin kencang ketika mantan kuasa hukum Bharada E, Deolipa Yumara, menyatakan dugaan Kabareskrim mau depak Kapolri dibantu 303. Ia berkata itu secara jelas di channel Youtube Uya Kuya (17/8/2022).
Biji karambol juga mengarah ke Metro 1 (Kapolda Metro Jaya). Namanya menjadi trending topic dengan narasi desakan agar yang bersangkutan dicopot karena dugaan terlibat rekayasa kasus Yosua.
Bahkan TNI pun dibawa-bawa. Beredar kabar burung Panglima TNI turun gunung kasus Yosua. Kemudian berbagai fitur cek fakta di media mendeteksi itu sebagai hoaks. Meskipun dari hasil ngobrol-ngobrol, saya menangkap kesan beberapa redaksi media masih berpikir adanya motif rivalitas institusi di balik semua ini.
Sementara itu, sejak awal kasus Yosua mencuat, kita juga mencium adanya desakan agar jika rekayasa kasus Yosua diperhatikan sedemikian rupa, mengapa tidak demikian dengan KM 50. Itulah mengapa, jika Anda perhatikan, beberapa nama polisi yang ada di dalam bagan Kekaisaran 303, juga diberikan keterangan mengenai perannya di kasus KM 50.
Sebanyak 60-an lebih polisi, di sisi lain, terkena pemeriksaan etik dan bukan tidak mungkin diganjar pidana karena pasal obstruction of justice. Jumlahnya pun, kata sumber saya, mungkin bisa bertambah, tembus 100 orang. Di titik ini kita perlu kritis sedikit. Dari nama-nama yang beredar terkena pemeriksaan etik itu, tidak ada (mungkin belum) dari pihak Trunojoyo yang sebetulnya diduga juga terlibat tindakan menyebarkan berita bohong yang menimbulkan keonaran. Padahal untuk perbuatan itu, ada ancaman pidananya, seperti dalam UU 1/1946.
Terlihat kusut dan bikin bingung publik. Ada satu pembaca saya di FB berpendapat mengapa mengenai dugaan penyiksaan Yosua tidak terlalu muncul lagi ke permukaan. Saya tidak tahu. Info yang saya terima, Senin mendatang, hasil otopsi kedua Yosua akan diumumkan. Sebagai pemanasan, bisa Anda baca Harian Kompas edisi 12 Agustus 2022, yang memberitakan hasil otopsi pertama Yosua oleh dokter RS. Polri. Itu bisa buat perbandingan.
Dalam konteks penyelidikan dan penyidikan, sorotilah Kabareskrim. Ia menjabat pelindung dalam struktur tim. Ia harus betul-betul berintegritas dan profesional. Saya khawatir apa yang dibilang Deolipa terjadi. Mumpung ada panggung kasus Yosua, naikkan citra untuk naik pangkat. Semoga tidak!
Satu yang pasti, saya fokus terutama pada kasusnya. Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana. Bagi saya belum clear. Saya khawatir perumusan yang tidak tepat dalam dakwaan yang bersumber dari hasil penyidikan akan membuyarkan segalanya. Bagaimana secara definisi tekstual pasal terpenuhi seluruh unsurnya: kapan kejadiannya (tempus); di mana terjadinya (locus); bagaimana direncanakan terlebih dahulu dan apa saja buktinya; bagaimana, oleh siapa tepatnya dan dengan cara apa Yosua dibunuh (modus); bagaimana Yosua meninggal menurut hasil visum/otopsi.
Modus masih belum jelas karena pengakuan E berubah-ubah. Apakah FS sendiri yang menembak, apakah ia menyuruh E, apakah 2 tembakan oleh FS dan 3 tembakan oleh E, siapa yang menembak lebih dulu, dsb. Besok kita lihat juga apa pengumuman polisi setelah pemeriksaan PC hari ini.
Percayalah, jika itu tidak dirumuskan secara jelas berikut alat buktinya, banyak hal yang akan terjadi. Apalagi kebiasaan di Indonesia adalah perumusan dakwaan yang terlalu panjang, berbelit-belit, dan tidak fokus. Padahal, di Belanda, surat dakwaan maksimal dua halaman saja. Singkat, padat, jelas sesuai definisi pasal. Ingat, pasal adalah urusan jaksa bukan polisi!
Apa yang bisa kita ambil dan cermati dari perkembangan isu di luar pokok perkara adalah momentum untuk bersih-bersih institusi. Bukan hanya bersih-bersih melainkan juga mendesak polisi profesional dan adil dalam bertugas. Kepercayaan publik sangat perlu diperhatikan. Anda lihat sendiri fakta masyarakat spontan berteriak "Sambo, Sambo, Sambo..." ketika melihat polisi di jalan.
Bersih-bersih tentu menyakitkan bagi status quo. Tak hanya urusan 303, bisa jadi urusan lain pun akan terbuka kartunya.
Pada status sebelumnya saya cerita tentang "soft landing" kasus ini yang intinya supaya barang karambol ini tidak mencoreng makin parah kredibilitas pemerintahan Jokowi. Tapi apa yang terjadi beberapa hari terakhir bisa mengubah konstelasi.
Untuk saat ini kita hanya perlu tenang dan logis menyikapi setiap informasi dari mana pun. Permainan keras masih berlangsung. Ada urusan duit di dalamnya.
Salam.
Agustinus Edy Kristianto
Jurnalis