Apakah I’tikaf di Rumah Diperbolehkan?
Oleh
: Muhammad Karim
(Asatidz Tafaqquh Study Club dan Penerjemah Buku Lebih Berharga
dari Emas)
I’tikaf merupakan ibadah sekaligus gerbang masuk untuk melaksanakan
berbagai macam ibadah lainnya yang dilakukan di dalam Masjid, seperti. Membaca
al-Qur’an, berzikir, sholawat atau maulid, menutut ilmu, sholat fardhu ataupun
sholat sunnah, dan lain sebagainya. Artinya, ketika seseorang yang melaksanakan
ibadah di Masjid dan sekaligus meniatkan untuk i’tikaf, maka ia akan
mendapatkan nilai lebih di sisi Allah SWT dibandingkan dengan orang yang hanya
membaca al-Qur’an di Masjid tanpa berniat i’tikaf.
Dalam hal i’tikaf ini, al-Qur’an telah menjelaskan secara umum di
dalam surat al-Baqarah ayat 187 :
ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى
اللَّيْلِ ۚ وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ ۗ
تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلَا تَقْرَبُوهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ
آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ
“Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai
(datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu
beri'tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu
mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia,
supaya mereka bertakwa”.
Kemudian Nabi Muhammad SAW mencontohkan ibadah i’tikaf ini melalui
perkataan dan perbuatannya secara jelas. Salah satunya adalah Nabi Muhammad SAW
melaksanakan ibadah i’tikaf di 10 hari terakhir bulan Ramadhan dan ia tidak
keluar dari masjid kecuali karena hajat. Lihat : Syarah al-Yaqut al-Nafis
ditulis oleh al-‘Allamah al-Habib Muhammad bin Ahmad al-Syathiri, hlm.310.
Namun sangat disayangkan sekali, karena ada sebagian orang atau
dibeberapa tempat yang tidak memungkinkan untuk melaksanakan ibadah i’tikaf di
Masjid pada saat musim wabah corona atau covid-19. Lalu apakah i’tikaf di rumah
selama wabah covid-19 ini diperbolehkan. Maka inilah di antara tujuan penulis,
yaitu untuk menjelaskan perkara-perkara penting terkait Fiqih I’tikaf.
Definisi I’tikaf
I’tikaf secara bahasa adalah menetap di suatu tempat dan berdiam diri tanpa meninggalkan tempat
tersebut, untuk melakukan amal kebaikan. Dan secara istilahnya adalah Berdiam
diri secara tertentu, bagi orang tertentu di tempat tertentu dengan niat yang
khusus. Lihat: al-Taqrirat al-Sadidah ditulis oleh al-Habib Hasan bin
Ahmad al-Kaf, hlm.460. Artinya i’tikaf adalah menetapnya seorang muslim yang
memenuhi syarat unruk beri’tikaf dengan beberapa ketentuannya di Masjid dalam
rangka ibadah kepada Allah SWT.
Keutamaan I’tikaf
Nabi Saw bersabda :
مَنْ
مَشَى فِى حَاجَةٍ أَخِيْهِ كَانَ خَيْرًا لَهُ مِنْ اِعْتِكَافِ عَشْرِ سِنِيْنَ
وَمَنْ اِعْتِكَفَ يَوْمًا اِبْتِغَاءَ وَجْهِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ جَعَلَ اللهُ بَيْنَهُ
وَبَيْنَ النَّارِ ثَلَاثَ خَنَادِقٍ كُلُّ خَنْدَقٍ أَبْعَدَ مِمَّا بَيْنَ الخَافِقَيْنِ.
(رواه الطبراني, المعجم الاوسط: 7322)
“Barangsiapa yang berjalan di dalam membantu keperluan saudaranya,
maka itu lebih baik baginya dari pada i’tikaf
sepuluh tahun lamanya. Dan barangsiapa yang beri’tikaf satu hari karena
mengharap ridho Allah SWT, maka Allah menjadikan di antara dia dan api neaka
jarak sejauh tiga khondaq / parit. Setiap khondaq dari khondak lainnya jaraknya
sejauh langit dan bumi”.(HR. Thabrani, Mu’jam
Al-Awsath: 7322)
Oleh sebab itu, di samping memperhatikan ibadah i’tikaf. Hendaknya bagi
yang memiliki kesanggupan dan kelapangan harta agar membantu saudara atau
tetangga bahkan gurunya sekalipun, karena membantu keperluan mereka juga
merupakan ibadah istimewa yang sangat kurang diperhatikan pada saat wabah
corona ini.
Syarat I’tikaf :
Adapun
syarat i’tikaf ada enam perkara, yaitu.
Pertama, niat. Hal ini senada dengan hadits Nabi Muhammad SAW “ innama
al-a’mal bi an-niyat”. Lihat: al-Taqrirat al-Sadidah ditulis
oleh al-Habib Hasan bin Ahmad al-Kaf, hlm.460.
Jadi hal yang terpenting adalah perencanaan dan keinginan yang kuat
untuk melaksanakan ibadah ‘itikaf pada Ramadhan tahun ini yang kebetulan sulit
dilakukan karena wabah corona yang masih melanda.
Perlu diperhatikan, andaikan azzam i’tikaf tersebut tidak
terlaksanakan karena kondisi corona saat ini, maka ketahuilah bahwa Allah SWT
tidak akan rugi kalau hanya sekedar memberikan pahala i’tikaf kepada hamba-hambaNya
yang memiliki keinginan kuat untuk beribadah di Masjid. Nabi Muhammad SAW
bersabda :
إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ ،
ثُمَّ بَيَّنَ ذَلِكَ فَمَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا
اللَّهُ لَهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً ، فَإِنْ هُوَ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا
كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِنْدَهُ عَشْرَ حَسَنَاتٍ إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ
إِلَى أَضْعَافٍ كَثِيرَةٍ
“Sesungguhnya Allah mencatat berbagai kejelekan dan kebaikan lalu Dia
menjelaskannya. Barangsiapa yang bertekad untuk melakukan kebaikan lantas tidak
bisa terlaksana, maka Allah catat baginya satu kebaikan yang sempurna. Jika ia
bertekad lantas bisa ia penuhi dengan melakukannya, maka Allah mencatat baginya
10 kebaikan hingga 700 kali lipatnya sampai lipatan yang banyak.” (HR. Bukhari
no. 6491).
Namun tekad yang kuat tersebut tentu dibuktikan dengan melaksanakan
ibadah di rumah pada siang maupun pada malamnya.
Kedua, i’tikafnya harus dilaksanakan dalam masjid. Lihat: Umdah al-Salik
wa Uddah al-Nasik ditulis oleh Syihabuddin Abi al-Abbas Ahmad bin Naqib,
hlm.170.
Dalam hal memenuhi syarat yang kedua ini tentu umat Islam mendapatkan
berbagai kesulitan saat pandemi ini. Namun perlu diketahui bahwa menjaga
kesehatan dan jiwa merupakan hal yang wajib dilakukan oleh setiap muslim. Lalu
apakah boleh melaksanakan ibadah i’tikaf di rumah pada saat kondisi wabah ini.
Adapun bagi perempuan melaksanakan i’tikaf di dalam rumahnya tentu saja
diperbolehkan menurut mazhab Imam Abu
Hanifah dan ini mu’tamad dalam madzhabnya. Apalagi di saat situasi wabah sekarang
ini atau terjadi fitnah apabila ia keluar untuk melaksanakan i’tikaf di Masjid
:
يجوز الِاعْتِكَاف فِي الْمَسْجِد وَالْأَفْضَل هُوَ فِي
مَسْجِد بَيتهَا
“bagi perempuan boleh melaksanakan i’tikaf di dalam Masjid,
namun jika ia i’tikaf di masjid baitiha (tempat yang dikhusukan untuk sholat di
dalam rumah) maka itu lebih utama”. Lihat: Tuhfah
al-Fuqaha’ ditulis oleh Abu Bakar ‘Alauddin al-Samarqandi, hlm.373.
Lalu
apakah diperbolehkan juga bagi laki-laki untuk i’tikaf di tempat yang dikhususkan
untuk sholat di dalam rumahnya. Maka di saat kondisi saat ini tentu harus
mempertimbangkan pendapat ulama yang memperbolehkan hal tersebut. Menurut
pandangan sebagian ulama mazhab Syafi’i memperbolehkan i’tikaf di dalam rumah,
dengan mengikuti nalar “jika shalat sunnah saja yang paling utama dilakukan di
rumah, maka i’tikaf di rumah semestinya bisa dilakukan”.
Hal demikian seperti yang disampaikan oleh Imam
Ar-Rafi’i:
ولو اعتكفت
المرأة في مسجد بيتها وهو المعتزل المهيأ للصلاة هل يصح فيه قولان (الجديد) وبه
قال مالك وأحمد لا لان ذلك الموضع ليس بمسجد في الحقيقة فأشبه سائر المواضع ويدل
عليه ان نساء النبي صلى الله عليه وسلم كن يعتكفن في المسجد ولو جاز اعتكافهن في
البيوت لاشبه ان يلازمنها (والقديم) وبه قال ابو حنيفة نعم لانه مكان صلاتها كما
ان المسجد مكان صلاة الرجل وعلي هذا ففى جواز الاعتكاف فيه للرجل وجهان وهو اولي
بالمنع ووجه الجواز ان نفل الرجل في البيت افضل والاعتكاف ملحق بالنوافل
“Wanita melaksanakan i’tikaf di masjid rumahnya, maksudnya adalah
ruangan tempat menyendiri (di rumah) yang dikhususkan untuk shalat, apakah hal tersebut
sah? Dalam pembahasan ini terdapat dua pendapat .( Qaul jadid, yaitu pendapat
baru Imam Syafi’i), Imam Malik dan Imam Ahmad berpandangan tidak sah, sebab
tempat tersebut bukanlah masjid secara hakiki, karena tak ubahnya seperti
tempat-tempat lainnya. Pendapat ini juga didasari dalil bahwa para istri
Rasulullah melaksanakan i’tikaf di masjid. Kalau saja boleh beri’tikaf di
rumah, niscaya mereka menetapkannya atau melazimkannya. (Qaul qadim, yaitu
pendapat yang lama) dan Abu Hanifah berpendapat boleh i’tikaf di rumah (ruangan
yang dikhususkan untuk shalat), sebab tempat tersebut merupakan tempat sholat
bagi wanita, seperti halnya masjid merupakan tempat sholat bagi kaum laki-laki.
Berdasarkan pendapat ini, maka dalam
permasalahan bolehnya i’tikaf di rumah bagi laki-laki juga terdapat dua
pendapat, meskipun lebih utama bagi laki-laki untuk tidak i’tikaf di tempat
tersebut. Dalil bolehnya i’tikaf di rumah bagi laki-laki adalah pemahaman bahwa
shalat sunnah bagi laki-laki yang paling utama adalah dilaksanakan di rumah,
maka ibadah i’tikaf mestinya sama dengan ibadah shalat sunnah” . lihat: Fath al-‘Aziz bi Syarh al-Wajiz= al-Syarah al-Kabir li
Rafi’i, Syekh Abdul Karim bin Muhammad ar-Rafi’i, juz 6, hlm. 502-503.
Ketiga,
syarat i’tikaf selanjutnya adalah suci dari hadats
besar. Lihat: Muqoddimah
al-Hadramiyah, ditulis oleh al-Allamah Abdullah bin Abdurrahman Ba Fadhol, hlm.
140. Artinya setelah mandi junub , maka ibadah i’tikaf kembali diperbolehkan.
Keempat, Berakal. Lihat: al-Anwar al-Masalik ditulis oleh Syekh Muhammad
al-Zuhri al-Ghumrowi, hlm.170. Jika di tengah
menjalani i’tikaf seseorang menjadi gila, maka i’tikafnya dihukumi batal.
Kelima, berdiam diri minimal seukuran tuma’ninah sholat lebih sedikit (
Sekitar 5 detik). Lihat: Fath al-Mui’in ditulis oleh Syekh Zainuddin
Ahmad al-Malibari, hlm.277.
Keenam, Islam, lihat: Mandzumah al-Zubad, ditulis oleh Ibnu Ruslan al-Syafi’i,
hlm.162. maksudnya tidak sah i’tikafnya orang non muslim.
Hukum I’tikaf
di dalam rumah
Dari beberapa pandangan ulama di atas dapat ditarik kesimpulan. Bahwa
jika memang tidak memungkinkan untuk melaksanakan i’tikaf di dalam masjid
sebagaimana biasanya. Maka pendapat imam Abu Hanifah dan pendapat imam Rafi’i
merupakan hal yang sangat tepat untuk diikuti pada saat wabah corona ini. Disamping itu hendaknya juga berazam yang kuat
di dalam hati untuk beri’tikaf di Masjid, hal ini tentu dibuktikan dengan memperbanyak
amal ibadah di dalam rumah (tempat yang dikhususkan untuk ibadah) seperti,
membaca al-Qur’an, berzikir, sholawat atau maulid, sholat sunnah tarawih,dll.
Kemudian hendaknya juga memperhatikan orang-orang disekitar yang kekurangan
ekonomi dengan membantu hajat atau keperluan mereka saudara seiman. Allahu
a’lam
Twitter: M_Karim26
Artikel ini jga dimuat di Hidayatullah.com